Sudahkah anda tahu siapa pembuat lambang garuda pancasila dasar negara Indonesia? Burung garuda berperisai itu merupakan buah karya salah seorang putera bangsa yang mampu menuangkan butir-butir pancasila dalam bentuk yang lebih nyata.
Beliau adalah Sultan Hamid II(Syarif Abdul Hamid Alkadrie). Beliau adalah putra dari Sultan Pontianak. Sultan Hamid II lahir di Pontianak, 12 Juli 1913. Beliau menikah dengan seorang perempuan Belanda dan dikaruniai dua anak. Sultan Hamid II wafat 30 Maret 1978. Burung Garuda banyak muncul di berbagai kisah terutama di Jawa dan Bali. Garuda melambangkan pengetahuan, kebajikan, keberanian, kekuatan, kesetiaan, dan disiplin. Garuda juga memiliki sifat Wishnu (salah satu dewa dalam hindu) sebagai pemelihara dan juga penjaga tatanan alam semesta. Oleh karena garuda melambangkan sesuatu yang baik inilah burung garuda dijadikan simbol nasional Indonesia.
Lahirnya Garuda Pancasila
Setelah masa perang kemerdekaan dan masa mempertahankan kedaulatan, Indonesia dirasa perlu memiliki lambang negara yang dapat merepresentasikan negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II yang ditugaskan Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara; dengan susunan panitia teknis : Muhammad Yamin sebagai ketua, dan beranggotakan Ki Hajar Dewantara, M A Pellaupessy, Moh Natsir dan RM Ng Poerbatjaraka; yang bertugas menyeleksi usulan lambang negara yang diusulkan kepada pemerintah.
Setelah sayembara tersebut diadakan, terpilih dua usulan yaitu dari M.Yamin dan Sultan Hamid II. Kemudian Usulan Sultan Hamid II yang diterima oleh pemerintah dan DPR. Usulan dari M.Yamin ditolak karena mengandung unsur sinar matahari yang masih terpengaruh dari Jepang. Usulan Sultan Hamid II diterima karena sesuai dengan apa yang dikehendaki Presiden Soekarno bahwa lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Setelah sayembara tersebut diadakan, terpilih dua usulan yaitu dari M.Yamin dan Sultan Hamid II. Kemudian Usulan Sultan Hamid II yang diterima oleh pemerintah dan DPR. Usulan dari M.Yamin ditolak karena mengandung unsur sinar matahari yang masih terpengaruh dari Jepang. Usulan Sultan Hamid II diterima karena sesuai dengan apa yang dikehendaki Presiden Soekarno bahwa lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Setelah rancangan terpilih, komunikasi intensif antara Sultan Hamid II, Bung Hatta, dan Ir.Soekarno terus dilakukan untuk penyempurnaan. Mereka sepakat untuk mengganti pita yang dicengkeram, semula berwarna merah putih menjadi putih penuh dengan semboyan bhineka tunggal ika. Tanggal 8 Februari 1950 usulan tersebut diajukan kepada Presiden Soekarno. Usulan tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi agar dipertimbangkan kembali keberatan terhadap penggunaan simbol manusia yang dianggap sangat bersifat mitologis.
Versi Awal |
Setelah dilakukan perubahan, Sultan Hamid II kembali mengajukan usulan yang baru berdasarkan berbagai masukan. Usulan yang baru ini sudah berwujud burung rajawali garuda pancasila. Usulan tersebut diserahkan Presiden Soekarno kepada Kabinet RIS melalui PM Moh.Hatta. Pada sidang kabinet tanggal 11 Februari 1950 lambang negara ini diresmikan. Garuda versi ini belum memiliki jambul seperti sekarang.
Versi Tanpa Warna |
Presiden Soekarno memperbaiki beberapa hal seperti menambahkan jambul agar tidak terlalu mirim dengan bald eagel USA, merubah cengkraman pada pita dari menghadap ke belakang menjadi menghadap depan. Terakhir, Sultan Hamid II membuat skala ukuran dan tata warna.
Versi Baru |
Post a Comment